Selamat Datang

Di Pusat Laman Media

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al- Amin Paburan

Purwokerto Utara - Banyumas

Jawa Tengah

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Amin,
Pabuaran, Purwokerto Utara
Banyumas, Jawa Tengah.

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Amin adalah Pondok Pesantren Al-Qur'an yang beralamat di Jalan H.R Boenyamin GG. Gunung Sindoro No. 13 A RT. 04 RW. 02 Pabuaran, Purwokerto Utara Kode Pos 53124

Al-Amin Pabuaran
Keluarga Ndalem

adalah Pengasuh utama dari santri Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Amin mereka juga sebagai pembimbing dan teladan para santri. Mereka adalah Abah dan Nyai beserta Putra dan putri.

Pembina santri

Mereka adalah yang mengatur dan mengawasi para santri dalam pelaksanaan pembelajaran pondok serta mengamankan para santri.

Pengurus Al-Amin

Mereka adalah yang diberikan tugas oleh Keluarga Ndalem dan Pembina untuk melaksanakan berbagai program kerja yang telah direncanakan,mereka juga bertugas memperlancar kondisifitas dalam pembelajaran pondok pesantren.

Kominfo

Adalah organisasi independen diluar pengurus Al-Amin yang berhubungan dengan komunikasi dan informasi yang berkaitan dengan segala aspek yang berhubungan dengan Pondok Al-Amin.

Madrasah Diniyah

Adalah Organisasi independen yang mengurusi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran santri,organisasi ini berperan aktif dalam berlangsungnya kegiatan pondok, selain dari pengajian yang langsung diajarkan oleh Abah ataupun Pembina.

TPQ Al-Amin

Adalah organisasi independen yang berkegiatan dalam pengaplikasian ilmu yang diajarkan kepada anak-anak yang berada disekitar desa Pabuaran, organisasi ini tidak berkaitan dengan badan pengurus Al Amin.

Blog Al-Amin

TAJWID Part 1


Apa sih Tajwid ?
Tajwīd (تجويد) secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun bukan.
Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf) , shifatul huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf), ahkamul maddi wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida’ (memulai dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani.
Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat al-Quran
Hukumnya apa sih?
Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca al-Quran adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa.
Dalilnya apa?
Dalam ALQur'an disebutkan dalam Surah ALMuzammil ayat 4 .. yang berbunyi
 أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا
yang artinya
"atau lebih dari seper-dua itu, Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan." 

Hukum taawuz dan basmalah ?

Isti'azah atau taawuz (تعوذ) adalah lafaz: "A'uzubillahi minasy syaitaanir rajiim" (ﺍﻋﻮﺬ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ الشيطان ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ)
manakala basmalah adalah lafaz: "Bismillahir rahmaanir rahiim" (ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺤﻤﻦ ﺍﻟﺮﺤﻴﻢ).
Terdapat empat cara membaca iati'azah, basmalah dan surat:
  1. memutuskan isti'azah (berhenti) kemudian baru membaca basmalah,
  2. menyambungkan basmalah dengan surah tanpa berhenti,
  3. membaca isti'azah dan basmalah terus-menerus tanpa henti,
  4. membaca isti'azah, basmalah dan awal surat terus-menerus tanpa berhenti.
Terdapat empat cara membaca basmalah di antara dua surat. Tiga daripadanya adalah harus dan satu lagi adalah tidak harus. Yang harus adalah:
  1. memisahkan basmalah dengan surat,
  2. menghubungkan basmalah dengan awal surat,
  3. menghubungkan kesemuanya.
Bacaan bagi yang tidak harus pula adalah:
  1. menghubungkan akhir surat dengan basmalah lalu berhenti. Kemudian, barulah membaca surat yang seterusnya tanpa basmalah. Walau bagaimana pun, tidak harus membaca demikian karena ditakuti bahwa ada yang menganggap basmalah adalah salah satu ayat daripada surat yang sebelumnya.


IBRAHIM A.S

Nabi Ibrahim A.S

Ibrahim (bahasa Arabإبراهيم ) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia bergelar Khalilullah (خلیل اللہ, Kesayangan Allah).[1] Ibrahim bersama anaknya, Ismail, terkenal sebagai para pendiri Baitullah. Ia diangkat menjadi nabi yang diutus kepada kaum Kaldān yang terletak di negeri Ur, yang sekarang dikenal sebagai Iraq. Ibrahim merupakan sosok teladan utama bagi umat Islam dalam berbagai hal. Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha merupakan beberapa perayaan untuk memperingati sikap berbakti Ibrahim terhadap Allah.
Ibrahim termasuk golongan manusia pilihan di sisi Allah, serta termasuk golongan Ulul Azmi. Nama Ibrahim diabadikan sebagai nama sebuah surah, serta disebut sebanyak 69 kali di Al-Qur'an.

Ibrahim merupakan putra Azar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Al-Hafidz ibnu Asakir meriwayatkan bahwasanya ibu kandung nabi Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbina bin Kartsi, yang berasal dari Bani Arfakhsyad.
Azar memiliki tiga putra: Ibrahim, Haran, dan Nahor. Ibrahim dilahirkan di sebuah wilayah bernama Faddam Aram, yang terletak di kerajaan Babilonia. Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy bahwasanya nabi Ibrahim dijuluki sebagai "Abu adh-Dhaifan." Ibrahim memiliki dua putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Ismail dan nabi Ishaq, sementara nabi Ya'qub merupakan cucu Ibrahim. Haran juga memiliki seorang putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Luth.

Para istri Ibrahim

Ketika Sarah hendak ditawan raja Mesir untuk dijadikan selir, Allah memberi perlindungan kepada Sarah sehingga raja Mesir tidak dapat menjadikan Sarah sebagai selir. Setelah menyadari bahwa Allah telah menghadirkan berbagai azab yang menimpa diri raja Mesir berkenaan dengan Sarah yang merupakan istri Ibrahim, ia mengembalikan Sarah kepada Ibrahim; kemudian raja Mesir menghadiahkan Hajar sebagai budak untuk Sarah sebagai penebusan dosa. Hajar adalah seorang permaisuri kerajaan Mesir.[4]
Para istri Ibrahim dan anak-anak yang dilahirkan oleh mereka adalah sebagai berikut:


Ketika Nabi Ibrahim Dibuang Ke Hutan

Nabi Ibrahim diasingkan atau disembungkan ke hutan oleh ayahnya sebagai bentuk penyelamatan, karena pada masa itu, raja Namrud mengeluarkan undang-undang bahwa setiap bayi laki-laki yang terlahir harus dibunuh. Atas izin Allah SWT, Nabi Ibrahim selamat dari gangguan binatang-binatang buas. Setelah beliau tumbuh besar, beliau berpikir siapakah yang pantas untuk disembah. Karena banyak kaumnya yang menyembah berhala yang terbuat dari batu, dan Beliau tidak mau ikut menyembah berhala itu, karena baginya hanyalah sebuah benda. Kemudia beliau melihat bulan dan bintang di malam hari, matahari di siang hari, ia berkata “Mungkinkah benda-benda itu Tuhan?” Namun ternyata, bulan dan bintang menghilang dan matahari terbenam, lalu ia berkata: “Aku tak akan bertuhan kepada benda-benda seperti itu.” Maka Allah berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 76-79.
Yang artinya: “Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat”. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukanSesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Setelah Nabi Ibrahim beranjak dewasa, Allah memberinya akal dan kecerdasan yang luar biasa dan mulailah Nabi Ibrahim menyampaikan dakwahnya.

Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala Raja Namrud

Disaat Raja Namrud dan kaumnya pergi meninggalkan negerinya dan saat itu kampung-kampungnya kosong. Maka nabi Ibrahim melaksanakan niat yang selama ini dipendamnya, yakni menghancurkan berhala-berhala yang dipuja dan disembah oleh Raja Namrud dan rakyatnya. Beliau menghancurkannya menggunakan kampak dan hanya satu yang tidak dihancurkan, sengaja kampaknya dikalungkan dileher patung terbesar itu.
Dijelaskan dalam surah Al Anbiya (51-59)
yang artinya Ayat 51: Dan sesungguhnya telah Kami datangkan petunjuk yang benar kepada Ibrahim dahulu kala, Dan Kami mengetahui dia (Ibrahim). Ayat: 52: (ingatlah) Ketika dia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Ada apa dengan patung-patung ini sehingga kalian memujanya?” ayat 53: Mereka berkata: “Kami mendapatkan bahwa bapak-bapak kami menghamba kepada mereka.” Ayat 54: Dia berkata: “Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian telah berada dalam kesesatan yang nyata.” Ayat 55: Mereka berkata: “Apakah kamu mendatangi kami dengan kebenaran ataukah kamu hanya main-main saja?” Ayat 56: Dia berkata: “Justru Rabb kalian  adalah Rabb langit dan bumi, yang menciptakan keduanya dan aku bersaksi atas hal-hal tersebut.” Ayat 57: “Dan demi Allah, aku mempunyai rencana terhadap berhala-berhala kalian setelah kalian berbalik meninggalkan tempat ini.” Ayat 58: Dan dia menjadikan mereka (patung-patung) berkeping-keping kecuali yang besar agar mereka (kaumnya) ketika kembali (melihat) kepada dia (patung yang besar). Ayat 59: Mereka berkata: “Siapa yang melakukan ini terhadap ilâh-ilâh kami? Sesungguhnya dia itu telah berbuat aniaya.”

Nabi Ibrahim Dibakar

Karena Geram dan kesalnya Raja Namrud, akhirnya ia memerintahkan para tentaranya untuk menghukum Nabi Ibrahim dengan seberat-beratnya. Nabi Ibrahim dihukum mati dengan jalan dibakar hidup-hidup.
Api dinyalakan besar sekali dengan kayu sebagai bahan bakarnya, sementara Nabi diikat dan ditempatkan ditengah-tengah tumpukan kayu. Tetapi Allah lebih berkuasa dalam segala hal. Allah belum menghendaki Nabi Ibrahim mati dan kalah oleh Raja namrud. Lalu Allah berfirman:
Artinya: “Kami berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya: 69)
Menyaksikan proses pembakaran itu, Raja Namrud dan para pengikutnya tertawa dengan penuh kepuasan. Mereka mengira, Nabi Ibrahim telah hancur menjadi abu bersama api itu. Namun, begitu terkejutnya mereka setelah api yang menyala dahsyat itu padam.  Nabi tiba-tiba berjalan keluar dari puing-puing pembakaran dengan selamat tanpa luka sedikitpun. Lalu beliau pergi berhijrah ke negeri Kan’an dan baitul Maqdis. Disanalah beliau hidup dan memiliki keturunan.

Ibadah QurbanKetika seorang putra Ibrahim telah mencapai usia dewasa, Allah hendak menguji kesetiaan Ibrahim terhadap perintah-perintahNya melalui sebuah mimpi tentang penyembelihan anak. Keimanan Ibrahim, yang telah berhasil menghadapi ujian-ujian sebelumnya, sama sekali tidak berubah sewaktu menerima perintah ini. Ibrahim mengajak putranya berangkat untuk melaksanakan perintah Allah, ia tidak sedikitpun mengeluh ataupun memohon keringanan dari Allah tentang perintah ini melainkan ia melaksanakan sebagaimana yang Allah perintahkan. Ketika Ibrahim membaringkan putranya untuk melaksanakan perintah Allah, terlebih dahulu ia meminta tanggapan dan persetujuan dari sang putra. Ibrahim berkata: "Wahai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam sebuah mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka sampaikanlah apa pendapatmu!" putranya menjawab: "Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; dengan perkenan Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."[53] Tatkala putranya telah merelakan diri serta Ibrahim telah bersiap mengulurkan tangan untuk menyembelih putranya, seketika Allah memanggil Ibrahim supaya menahan tangannya, sebab tindakan ini membuktikan bahwa Ibrahim bersedia melaksanakan apapun untuk Allah, juga membuktikan wujud seorang hamba yang berbakti serta seorang sosok yang terpercaya bagi Allah.[54] Kemudian Ibrahim mendapati seekor sembelihan besar sebagai kurban pengganti putranya.[55] Sumber Alkitabiah menjelaskan bahwa Ishaq adalah putra Ibrahim yang hendak dikurbankan. Walau demikian, sebagian besar sumber yang digunakan umat Islam merujuk kepada Ismail.[8]Atas pengabdian sepenuhnya ini, maka Allah memberkahi Ibrahim, serta menyampaikan kabar bahwa Ishaq merupakan nabi yang termasuk golongan saleh,[56] demikian pula Ya'qub sebagai penerus, sehingga Allah mengistimewakan ketiga sosok ini dengan buah tutur serta gelar terbaik di antara umat manusia yang pernah ada.[57] Ibrahim masih hidup untuk mendidik cucunya, Ya’qub, serta memberkati sang cucu. Sebelum meninggal dunia, Ibrahim bersyukur kepada Allah,[58] kemudian Ibrahim mengumpulkan putra-putranya untuk mewariskan agama kepada putra-putranya beserta kepada Ya’qub.



Julukan

Khalilullah (خلیل اللہ) adalah julukan istimewa yang Allah berikan untuk Ibrahim yang bermakna Kesayangan Allah:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi KesayanganNya.
— An-Nisa 4:125
Nabi Ibrahim disebut pula sebagai "Bapak Umat Muslim":
Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian, agama sebagai suatu kesempitan. (Ikutilah) agama bapak leluhur kalian; Ibrahim. Dia telah menamai kalian sebagai golongan muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi terhadap dirimu dan supaya kalian menjadi saksi terhadap segenap umat manusia, maka dirikan sembahyang, tunaikan zakat dan berpeganglah kalian pada tali Allah; Dialah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung serta sebaik-baik Penolong.
— Al-Hajj 22:78

HUKUM PEREMPUAN SHOLAT JAMA'AH DI MASJID


Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hai Ukhti banyak perempuan bertanya apa sii hukum perempuan sholat di masjid, katanya ada yang mengatakan nggak boleh ada yang mengatakan boleh , kan jadi bingung

Kami mau menjelaskan permaslahan diatas oleh para alim, karena menjadi permasalahan yang cukup membingungkan untuk kaum perempuan.

Hadits Pertama
 Dari Abdullah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Shalat perempuan di dalam Bait lebih baik daripada shalatnya di dalam Hujr. Shalat perempuan di dalam Makhda’ lebih baik daripada shalatnya di dalam Bait”. (HR. Abu Daud). Hadits ini menunjukkan makna bahwa perempuan lebih baik shalat di tempat yang jauh dari keramaian.

Hadits Kedua
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah kamu melarang hamba Allah yang perempuan ke rumah-rumah Allah (masjid)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Bingungkan ada yang disuruh dirumah,ada yang disuruh dimasjid... Jangan bingung kita baca pendapat dari para alim...

Pendapat Imam an-Nawawi:

Jika tidak menimbulkan fitnah, perempuan tersebut tidak memakai wangi-wangian (yang membangkitkan nafsu). Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah kamu larang hamba Allah yang perempuan ke rumah-rumah Allah (masjid). Hadits ini ini dan yang semakna dengannya jelas bahwa perempuan tidak dilarang ke masjid, akan tetapi dengan syarat-syarat yang disebutkan para ulama dari hadits-hadits, yaitu: tidak memakai wangi-wangian (yang membangkitkan nafsu), tidak berhias (berlebihan), tidak memakai gelang kaki yang diperdengarkan suaranya, tidak memakai pakaian terlalu mewah, tidak bercampur aduk dengan laki-laki dan tidak muda belia.

Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi

 Kehidupan moderen telah membuka banyak pintu bagi perempuan. Perempuan bisa keluar rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya. Akan tetapi tetap dilarang untuk pergi ke tempat yang paling baik dan paling utama yaitu masjid. Saya menyerukan tanpa rasa sungkan, “Berikanlah kesempatan kepada perempuan di rumah Allah Swt, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan, mendengarkan nasihat dan mendalami agama Islam. Boleh memberikan kesempatan bagi mereka selama tidak dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan. Selama kaum perempuan keluar rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena Tabarruj (bersolek ala Jahiliah) yang dimurkai Allah Swt”

Itulah sedikit penjelasan dari kami oleh para alim, semoga bermanfaat :)

ISBAL !!!


Assalamu'alaikum
Hai ikhwan dan akhwat apa kabar kali ini kita akan membahas sebuah permasalahan yang mungkin sangat pelik dikalangan kita sebagai pemuda muslim yaitu permasalahan tentang yang namanya ISBAL/MUSBIL

Apa sih pengertian ISBAL ,banyak orang belum tau apa itu ISBAL
ISBAL adalah sesuai dengan Hadits dari nabi (H.R Bukhari)

 Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Kain yang di bawah dua mata kaki (ISBAL) , maka di dalam neraka”. (HR. al-Bukhari).

ISBAL menurut para ahli

Pendapat Imam Syafi’i:
Imam an-Nawawi berkata, “Makna Isbal adalah memanjangkan kain di bawah kedua mata kaki, hanya bagi orang yang sombong. Jika pada orang yang tidak sombong, maka makruh. Demikian disebutkan Imam Syafi’i secara nash tentang perbedaan antara orang yang memanjangkan kain karena sombong dan orang yang memanjangkan kain tetapi tidak sombong.

Pendapat Imam al-Bukhari:
Dalam bab ISBAL ini Imam al-Bukhari memuat hadits yang mencela orang yang memanjangkan kain dengan sifat sombong, Rasulullah Saw bersabda,
“Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah Swt tidak akan memandangnya pada hari kiamat”.

 Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu bagian kainku terujulur (panjang), melainkan bahwa aku tidak berniat sombong”.

Rasulullah Saw berkata, “Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sifat sombong”. (HR. al-Bukhari).

 Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt tidak memandang pada hari kiamat kepada orang yang memanjangkan kainnya karena angkuh/sombong”. (HR. alBukhari dan Muslim).

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw dengan kedua telinga saya ini, beliau bersabda, ‘Siapa yang memanjangkan kainnya, tidak menginginkan dengan itu melainkan keangkuhan, maka sesungguhnya Allah Swt tidak akan melihatnya pada hari kiamat’.” (HR. Muslim).
Pendapat Imam an-Nawawi: 
Adapun makna sabda Rasulullah Saw: ” Orang yang memanjangkan kainnya”.

 Maknanya adalah: orang yang memanjangkan kainnya, menyeret ujungnya karena sombong,
 : lain hadits oleh dijelaskan sebagaimana “Allah Swt tidak memandang kepada orang yang memanjangkan kainnya karena sombong”.
Kata ‘memanjangkan’ yang bersifat umum diikat dengan kata ‘sombong’, untuk mengkhususkan orang yang memanjangkan kain yang bersifat umum. Ini menunjukkan bahwa yang diancam dengan ancaman yang keras adalah orang yang memanjangkan kainnya karena sombong. Rasulullah Saw memberikan keringanan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dengan ucapan, “Engkau tidak termasuk bagian dari mereka”. Karena Abu Bakar memanjangkan pakaiannya bukan karena sombong.

Imam an-Nawawi membuat satu bab khusus dalam kitab Riyadh ash-Shalihin

Bab: Sifat panjangnya gamis, ujung gamis, kain dan ujung sorban. Haram memanjangkan semua itu untuk kesombongan, makruh jika tidak sombong

Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:

Dalam hadits-hadits ini disebutkan bahwa memanjangkan kain bagi orang-orang yang sombong adalah dosa besar. Adapun memanjangkan kain bagi yang tidak sombong, zhahir hadits ini mengandung makna haram juga, akan tetapi diikat dengan hadits-hadits lain yang mengandung makna sombong. Kalimat yang bersifat umum dalam kecaman tersebut mengandung makna ikatan: bagi orang yang sombong. Oleh sebab itu tidak haram menyeret dan memanjangkan kain jika selamat dari sifat sombong

Penggunaan kalimat yang bersifat umum ini mengandung makna ikatan, diikat dengan hadisthadits yang mengikat dengan sifat sombong, maka orang yang memanjangkan kain/jubah/kaki celana dengan sifat sombong, itulah yang diancam dengan ancaman yang keras, disepakati ulama tentang ini

Pendapat Syekh DR.Yusuf al-Qaradhawi:

Salah satu metode memahami hadits dengan baik adalah:

Menggabungkan beberapa hadits dalam satu tema.

Hadits tentang Isbal, banyak pemuda Islam yang bersemangat sangat mengingkari orang lain yang tidak memendekkan pakaiannya di atas mata kaki. Bahkan mereka terlalu berlebihan dalam bersikap sampai pada tingkat menjadikan perbuatan memendekkan kaki celana sebagai syi’ar Islam atau kewajiban yang besar dalam Islam. Jika mereka melihat seorang ulama atau da’i tidak memendekkan kaki celana seperti yang mereka lakukan, mereka menuduhnya -bahkan secara terang-terangan- tidak faham agama! Sesungguhnya hanya mencukupkan diri dengan makna zhahir satu hadits saja, tanpa melihat hadits-hadits lain yang terkait dengan tema tertentu secara keseluruhan, itulah yang seringkali membuat orang terjerumus dalam kekeliruan, jauh dari kebenaran dan tujuan yang dimaksud hadits Rasulullah Saw.

Hubungan Kesombongan dan Memanjangkan Pakaian/Jubah. 
Memanjangkan jubah merupakan tradisi kesombongan raja-raja Romawi dan Persia masa silam. Untuk menunjukkan keangkuhan dan kesombongan mereka, maka para penguasa itu memanjangkan jubah yang ujungnya dibawa oleh para pengawal dan dayang-dayang. Tradisi itu masuk juga ke dalam masyarakat Jahiliyah.






SHALEH A.S


Nabi Shaleh A.S
Shāleh (bahasa ArabصالحAl KitabShelah) (sekitar 2150-2080 SM) adalah salah seorang nabi dan rasul dalam agama Islam yang diutus kepada Kaum Tsamūd. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 2100 SM. Dia telah diberikan mukjizat yaitu seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah yakni bagi menunjukkan kebesaran Allah kepada kaum Tsamud. Malangnya kaum Tsamud masih mengingkari ajaran Shaleh, mereka membunuh unta betina tersebut. Akhirnya kaum Tsamud dibalas dengan azab yang amat dahsyat yaitu dengan satu tempikan dari Malaikat Jibril yang menyebabkan tubuh mereka hancur berai.

Nama Lengkap Salleh bin Ubaid bin 'Ashif bin Masih bin 'Abid bin Hazir bin Samud bin Amir bin Irim bin Syam bin Nuh. Saleh merupakan anak tertua dan memiliki dua orang adik yang bernama Aanar dan Ashkol.

Shaleh diutus Allah untuk berdakwah dan menyerukan kebenaran kepada kaum Tsamud. Shaleh sendiri masih ada hubungan saudara dengan Tsamud, sama-sama keturunan Sam bin Nuh. Adapun silsilah Shaleh: Shaleh bin Abid bin Asif bin Masyih bin Abid bin Hadzir bin Tsamud bin Shaleh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Sedangkan silsilah Tsamud: Tsamud bin Ad bin Irmi bin Shaleh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh

Jadi, Tsamud adalah keturunan 'Aad. Tsamud ini kemudian beranak pinak, bercucu banyak sehingga terbentuklah suatu kaum atau suku yang disebut kaum Tsamud. Sedangkan, Shaleh adalah anak dari Abid, keturunan Tsamud.

Kaum Tsamud menghuni daerah Hadramaut, yakni daratan antara Yaman dan Syam (Syria). Kaum Tsamud ini mempunyai ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan dalam bercocok tanam dan beternak. Dengan keahlian itu, mereka hidup makmur di Hadramaut. Semua itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada mereka.

Tidak hanya itu, mereka pun diberi kekuatan fisik yang tangguh. Mereka sanggup mengukir gunung-gunung untuk dijadikan pemandangan indah. Mereka membangun gedung-gedung tinggi. Mereka juga membuat rumah-rumah di tebing-tebing gunung yang dilubangi dan dipahat.

Namun, kaum Tsamud tidak mengenal tuhan. Berhala yang mereka buat sendirilah yang mereka jadikan tuhan. Hukum yang berlaku pun hukum rimba. Hukum yang bertentangan dengan kemanusiaan. Gaya hidup mereka menyimpang jauh dari kebenaran dan kemanusiaan. Orang-orang kaya hidup berfoya-foya, bermabuk-mabukan, berzina, dan lain-lain. Perampokan terjadi disana-sini. Penganiayaan dan perbuatan zalim dapat dijumpai setiap hari. Orang yang lemah menjadi budak dan diperlakukan tidak manusiawi.



Kaum Tsamud tidak menghiraukan perkataan Nabi Shaleh. Mereka bahkan menganggap Nabi Shaleh gila, terkena sihir atau kerasukan setan sehingga omongannya ngawur. Mereka hanya akan percaya bila Nabi Shaleh bisa menunjukkan tanda-tanda kenabiannya. Maka, Nabi Shaleh pun memohon kepada Allah untuk memberikan mukjizat.

Saat itu pula Allah memerintahkan Nabi Shaleh untuk memukulkan tangannya ke atas permukaan batu yang ada di depannya. Setelah Nabi Shaleh melakukannya, muncullah unta yang gemuk, besar, dan bagus. Tentu saja, kandungan susunya banyak. Orang-orang Tsamud terperanjat semuanya. Saking herannya, mereka bergumam bagaikan suara lebah.

Nabi Shaleh lalu berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, inilah tanda bahwa aku adalah Nabi pesuruh Allah. Sembahlah Allah, dan tinggalkanlah berhala-berhala itu. Kalian jangan mengganggu unta ajaib ini. Binatang ini perlu minum sebagaimana kalian minum. Jika kalian menginginkan susunya, silakan memerahnya!" kata Nabi Shaleh menerangkan. Kisah tentang unta ajaib ini ada di dalam Al Quran Surah Asy-Syu'araa' 26:155-159.

Sejak awal, Nabi Shaleh telah memperingatkan kaum Tsamud. Mereka dilarang mengganggu unta itu, apalagi membunuhnya. Sebab, unta itu bukan sembarang unta, melainkan mukjizat dari Allah. Jika sampai ada yang membunuhnya, dikhawatirkan Allah akan murka.

Sejak itulah, sang unta berkeliaran. Ia berpindah-pindah tempat kemana pun ia suka. Setiap hari, orang-orang antre untuk mendapatkan susunya. Anehnya, susu itu keluar terus walaupun banyak orang yang memerahnya.

Pembunuhan Unta

Dengan hadirnya unta itu, sebagian dari mereka merasa senang. Hal ini karena mereka bisa mendapatkan susu setiap hari. Namun demikian, diam-diam ternyata ada beberapa orang yang sangat tidak menyukai kehadiran unta ajaib itu. Mereka adalah orang-orang yang sudah sejak lama tidak menyukai Nabi Shaleh.

Pada suatu malam, mereka berunding untuk membunuh unta tersebut. Mereka khawatir jika unta itu dibiarkan terus hidup, akan semakin banyak orang yang beriman dan mengikuti nabi Shaleh. Akhirnya, para pemimpin orang-orang kafir sepakat untuk melenyapkan unta Nabi Shaleh. Kemudian, mereka menunjuk seorang pemuda berbadan kekar untuk melaksanakan tugas itu.

Keesokan harinya, tatkala matahari muncul di ufuk timur, orang-orang berbondong-bondong mengambil air di telaga sebagaimana biasanya. Setelah itu, para penduduk menyambut kedatangan unta. Lalu, mereka memerah susunya secara bergiliran. Orang-orang kafir yang fanatik kepada berhalanya semakin panas hati. Diam-diam, seorang pemuda kafir sedang menanti saat yang tepat untuk membunuh unta itu. Ketika orang-orang sudah meninggalkan unta itu, si pemuda pun membunuhnya

Setelah mengetahui untanya disembelih, Nabi Shaleh marah bukan main. Ia segera menuju telaga. Sesampainya disana, Nabi Shaleh berkata, "Wahai kaumku! Siapakah yang berani-beraninya membunuh unta ajaib itu?"

Pemuda yang membunuh unta itu berkata, "Akibat untamu itu, telaga menjadi kotor. Orang-orang tergila-gila pada air susunya. Kamilah yang membinasakannya."

"Apakah engkau tidak ingat? Aku telah memperingatkan, jangan sekali-kali kalian mengganggu unta itu. Apalagi sampai membunuhnya. Bila kalian melakukannya, berarti kalian siap menerima azab dari Allah," kata Nabi Shaleh.

"Mana mungkin Tuhanmu bisa mengirim azab. Buktikan! Kami ingin tahu dan merasakan!" tantang mereka.

Kehancuran Kaum Tsamud

Setelah tantangan kaum Tsamud itu, Nabi Shaleh memberi tahu bahwa azab akan datang tiga hari lagi. Hal ini dijelaskan Allah dalam Surah Huud (11):65, "Mereka membunuh unta itu. Maka berkatalah Nabi Shaleh, "Bersukarialah kamu sekalian di rumah selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan."

Pada hari pertama setelah pembunuhan unta, masih terasa biasa-biasa saja. Hari kedua pun sama. Akhirnya, pada hari ketiga, janji Allah datang. Langit menjadi gelap. Orang-orang mulai panik. Sementara Nabi Shaleh dan pengikutnya, orang-orang beriman sudah pergi menyelamatkan diri. Petir pun menyambar orang-orang kafir.

Al Quran mengatakan, "Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhanny, lalu mereka di sambar petir sedang mereka melihatnya." (QS. Adz-Dzaariyaat (51):44).

Mereka juga diguncang gempa. Mereka pun mati di dalam rumah mereka. Allah berfirman, "Karena itu mereka ditimpa gempa. Karena itu, jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka." (QS. Al-A'raaf[7]:78).

HUD A.S


Nabi Hud A.S
Hud (bahasa Arabهود , Aubir, Ubayr, Neber) (sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Hud dikenal dalam ajaran agama IslamYahudi dan Kristen. Dalam kitab Perjanjian Lama sering diperhubungkan dengan Eber meski riwayatnya tak tertulis. Namanya disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Qur'an. Umat Muslim percaya bahwa Nabi Hud hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi rasul pada tahun 2400 SM.[1] Diriwayatkan bahwa ia wafat di Timur HadhramautYaman.

Nama Lengkapnya Hud bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh ‘Alaihissalam. Dikatakan juga bahwa beliau adalah Abir bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Atau ada juga yang menyebut beliau dengan Hud bin ‘Abdullah bin Rabbah bin Al-Jarud bin ‘Aad bin Aus bin Irm bin Sam bin Nuh. Demikianlah yang disebutkan oleh Ibnu Jarir. [Tarikh Ath-Thabari 1/133].

Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (عاد), suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum penyembah berhala bernama ShamudShada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (الله‎) tanah yang subur, dengan sumber-sumber air yang memudahkan mereka bercocok tanam.
Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (نوح), kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris a.s. (إدريس) dan Nabi Nuh a.s. (نوح) sudah tidak dijalankan lagi.

Kaum ‘Aad merupakan bangsa Arab yang menempati Al-Ahqaf yaitu bukit-bukit pasir. Tempat itu terletak di Yaman dari Amman dan Hadhramaut di sebuah tempat yang dekat dengan laut, disebut juga Asy-Syahr. Nama lembahnya adalah Mughits, kaum ‘Aad lebih banyak tinggal di perkemahan yang memiliki pasak tiang-tiang yang besar dan tinggi sebagaimana firman Allah Ta’ala :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. [QS Al-Fajr : 6-7]
Maksudnya adalah kaum ‘Aad Iram. Kaum ini adalah kaum ‘Aad yang pertama, sedangkan kaum ‘Aad yang kedua maka mereka adalah yang terakhir. Kaum ‘Aad hidup berkelompok-kelompok seperti qabilah dan mereka mempunyai keahlian membangun bangunan yang tinggi-tinggi seperti baru saja disebutkan dalam firman Allah Ta’ala. Sebagian ulama dan ahli sejarah mengatakan Nabi Hud ‘Alaihissalam adalah orang pertama yang berbicara dengan bahasa Arab. Wahb bin Munabbih menyebutkan bahwa ayahnya Nabi Hud yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab. Sebagian mereka berkata bahwa Nuh-lah yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab, sementara yang lainnya berkata bahwa ia adalah Adam. Allahu a’lam.
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri.
Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.
Bagi kaum 'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal fikiran mereka.

Kaum 'Aad adalah bangsa Arab yang keras tabiat, kafir, angkuh dan menyembah berhala. Kemudian Nabi Hud menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla, mengesakanNya dengan melaksanakan ibadah secara ikhlas kepadaNya, namun mereka mendustakan beliau, menentangnya dan mengejeknya. Allah Ta’ala berfirman :
قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. [QS Al-A’raaf : 66]. Maksudnya adalah perkara yang beliau serukan kepada kaumnya untuk diikuti adalah sebuah kedustaan terhadap kegiatan penyembahan berhala yang telah berlangsung ini yang mana kaum yang durhaka tersebut mengharapkan kemenangan, rizki hanya dari berhala-berhala tersebut.
Kaum ‘Aad Meminta Disegerakan Adzab
Akhirnya apa yang terjadi pada kaum Nuh pun berulang pada kaum ‘Aad, mereka meminta disegerakan adzab karena mereka mendustakan bahwa Nabi Hud adalah utusan Allah, mereka tidak mempercayai bahwa adzab itu adalah haq karena mereka tidak beriman kepada Allah. Mereka menyangka Nabi Hud adalah seorang pendusta padahal sebaliknya, merekalah yang pendusta. Mereka berkata, seperti difirmankan Allah :
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. [QS Al-A’raaf : 70]
Mereka juga berkata :
قَالُوا سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ أَمْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الْوَاعِظِينَ إِنْ هَذَا إِلا خُلُقُ الأوَّلِينَ وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ
Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di “azab”. [QS Asy-Syu’ara : 136-138]
Nabi Hud sedih mendengar perkataan kaumnya yang bodoh. Nabi Hud berdo’a kepada Allah :
قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang lalim itu. [QS Al-Mu’minuun : 39-41]
Ibnu Katsir berkata, Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ketika kaum ‘Aad meminta disegerakan adzab, Allah Ta’ala memulai dengan menahan hujan selama 3 tahun, kemudian mereka meminta jalan keluar kepada Allah di Bait dan Haram mereka yang mana tempat itu terkenal di kalangan penduduk zaman itu. Di dalamnya terdapat bangsa Amaliq keturunan dari Imlaq bin Lawadz bin Sam bin Nuh, pemimpin mereka kala itu adalah Mu’awiyyah bin Bakr, ibunya berasal dari kaum ‘Aad, namanya Jalhadah binti Al-Khaibari. Kaum ‘Aad mengutus delegasi berjumlah sekitar 70 orang untuk mengambil air. Kemudian mereka melewati Mu’awiyyah di daerah Makkah, lalu mereka singgah selama sebulan di tempatnya untuk meminum khamr dan memberikannya pada Mu’awiyyah.
Setelah selesai mengunjungi Mu’awiyyah, maka mereka segera beranjak ke Al-Haram dan berdoa untuk kaumnya. Kemudian salah seorang pemuka agama yang bernama Qail bin Anaz berdo’a untuk mereka. Maka Allah mengirimkan 3 awan yaitu putih, merah, hitam kemudian mereka diseru dari langit, “Pilihlah untukmu dan kaummu dari awan ini. Qail menjawab, “Aku memilih yang berwarna hitam.” Qail menyangka bahwa awan hitam adalah awan yang membawa hujan untuk mereka.
Kemudian Allah mengirimkan awan hitam yang telah dipilih Qail kepada kaum ‘Aad, hingga awan itu keluar di sebuah lembah yang dinamakan Al-Mughits. Penduduk kaum ‘Aad melihatnya dan mereka bergembira ria, mereka berkata, “Inilah hujan untuk kami!”. Allah Ta’ala berfirman :
فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. [QS Al-Ahqaf : 24-25]
Orang pertama dari kaum ‘Aad yang melihat kalau awan itu adalah angin yang menghancurkan adalah seorang wanita bernama Mahd. Ketika dia melihatnya, dia pun berteriak dan jatuh pingsan. Ketika siuman, kaumnya bertanya padanya, “Apa yang kau lihat wahai Mahd?” Dia menjawab, “Aku melihat awan hitam bagai meteor dari neraka, di depannya ada seorang lelaki yang menuntunnya!”
Lalu Allah Ta’ala menggerakkan awan hitam tersebut 7 hari berturut-turut mengepung mereka. Tidak ada seorangpun yang dibiarkan hidup di dalam desa kaum ‘Aad, sementara Nabiyullah Hud ‘Alaihissalam dan orang-orang yang telah beriman terlebih dahulu sudah pergi dari kaumnya, mengasingkan diri dan menghindar dari adzab dan siksa Allah yang pedih.
Kisah serupa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya [no. 15524 dengan sanad hasan] dari hadits Al-Harits bin Yazid Al-Bakri mengenai seorang wanita tua dari Bani Tamim.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas serta lebih dari satu imam para tabi’in berkata, Angin tersebut dingin dan sangat kencang. [Jami’ul Bayan Ath-Thabari 24/102]
Firman Allah Ta’ala :
وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ
Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). [QS Al-Haqqah : 6-7].
Allah menyerupakan kaum itu dengan tunggul pohon kurma yang tidak memiliki kepala karena angin waktu itu mendatangi mereka dan mengangkat mereka ke atas dengan kencangnya lalu memutar kepala-kepala mereka hingga putus dan yang tersisa hanya jasad tanpa kepala. Beberapa dari mereka ada yang mengungsi ke gua-gua dan gunung-gunung karena rumah-rumah mereka telah hancur. Kemudian Allah mengutus angin Al-Aqim, yaitu angin panas yang disertai nyala api di belakangnya. Kaum ‘Aad yang tersisa menyangka angin inilah yang akan menyelamatkan mereka. Padahal angin ini justru mengumpulkan mereka semua dalam pusaran hawa dingin dan panas yang sangat membinasakan. Inilah adzab angin terdahsyat dalam sejarah yang pernah terjadi di muka bumi disertai dengan teriakan-teriakan yang amat memilukan dari kaum ‘Aad. Inilah adzab yang mereka meminta-minta untuk disegerakan kedatangannya. Na’udzubillahi min dzaalik.
Riwayat menyebutkan bahwa Nabi Hud dimakamkan di negeri Yaman, ini dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalib. Riwayat lain menyebutkan kuburannya berada di Damaskus, di masjidnya terdapat tempat yang banyak dikira orang-orang bahwa itu merupakan makam Nabi Hud ‘Alahissalam. Allahu a’lamu bishawab.

DIKENAL DILANGIT TAK DIKENAL DIBUMI


UWAIS IBN AMIR AL-QARNI

MINTA DIHAJIKAN
Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban seorang anak seperti pepatah “Belum dikatakan berbuat baik kepada Islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya.” Syaikhul Jihad Abdullah Azzam.
Dalam kesempatan kali ini kami akan menceritakan Kisah Uwais Al Qarni Menggendong Ibunya Naik Haji. Seorang wali Allah yang namanya terkenal di langit, namun tidak dikenal di bumi.
Uwais Al Qarni hidup di zaman setelah Rasulullah wafat. Namun Rasulullah pernah bercerita tentang Uwais Al Qarni kepada sayyidina Umar dan sayyidina Ali tanpa pernah bertemu dengan Uwais Al Qarni, kemudian Rasulullah berpesan kepada mereka, “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) untukmu, maka lakukanlah!”.
Lantas, apa istimewanya seorang Uwais Al Qarni hingga Rasulullah sendiri meminta kedua sahabatnya untuk dimintakan ampunan kepada Allah melalui perantara Uwais Al Qarni?
Apa yang menyebabkan do’a Uwais Al Qarni begitu dimakbulkan oleh Allah?
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman yang tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua renta, lumpuh dan buta. Ayahnya sudah lama meninggal.
Uwais Al Qarni adalah pemuda yang bukan hanya taat beribadah namun juga taat kepada ibunya.
Apa yang menjadi pinta ibunya, dia pasti akan segera melaksanakannya. Termasuk saat ibunya meminta naik haji.
Uwais Al Qarni hanyalah pemuda yatim yang miskin, jadi saat ibunya meminta naik haji, pikirannya menjadi kalut karena untuk naik haji membutuhkan perbekalan dan kendaraan, sedangkan unta saja mereka tidak punya. Namun Uwais Al Qarni tidak ingin mengecewakan ibunya.
Maka Uwais Al Qarni pun mencari cara untuk mengabulkan permintaan ibunya.
Lalu muncullah ide yang aneh.
Uwais Al Qarni membuatkan sebuah kandang di puncak bukit untuk seekor anak lembu miliknya.
Untuk memberi makan dan mengembalikan lembu ke kandang, Uwais Al Qarni harus menggendong lembu itu naik-turun bukit.
Hal itu dilakukannya setiap hari selama delapan bulan.
Saat musim haji tiba, lembu Uwais Al Qarni telah berbobot 100 kg, dan tubuh Uwais Al Qarni sendiri menjadi lebih berotot dan lebih kuat akibat latihannya menggendong lembu naik-turun bukit setiap harinya selama delapan bulan.
Lalu apa tujuan Uwais Al Qarni berbuat demikian? 
Ternyata latihan itu bertujuan untuk melatih tubuhnya untuk mampu menggendong ibunya selama melakukan perjalanan jauh.
Kemudian berangkatlah Uwais Al Qarni dan ibunya untuk menunaikan ibadah haji.
Uwais Al Qarni menggendong ibunya yang tua renta itu sambil berjalan kaki selama perjalanan dari Yaman menuju Mekkah, melewati padang pasir yang tandus dan panas.
Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”
Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais.
Beliau berdua sengaja mencari Uwais di sekitar Ka’bah karena Rasullah SAW berpesan “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdua untuk kamu berdua.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim)


UWAIS KE MADINAH
Rasulullah Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau Saw bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Swt, lalu dia berdo’a kepada Allah Swt, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Uwais Al Qarni adalah seorang anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan.
Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah Swt kepadanya.
Seorang pemuda yang mempunyai mata berwarna biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia (Uwais al Qarni), jika bersumpah maka demi Allah pasti akan Ijabah/ terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan mendapat perintah oleh Allah Swt untuk memberikan syafa’atnya, ternyata Allah Swt memberikan kelebihan yang berupa izin untuk memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang suka menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari desa Qorn – Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa hanyalah penglihatannya yang sudah kabur.. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing dan unta. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Beliau lahir dan besar di Yaman. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.Adz Dzahabi berkata mengenai beliau, “Seorang teladan yang zuhud, penghulu para tabi’in di zamannya, termasuk diantara wali-wali Allah yang shalih lagi bertaqwa, dan hamba-hamba-Nya yang ikhlas” (Siyar A’lam An Nubala’ 4/19)
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais al Qarni, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais al Qarni selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran dari Nabi Muhammad Saw secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga mereka dengan cara kehidupan menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais al Qarni. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais al Qarni menuju Madinah yang berjarak kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Muhammad Saw yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Muhammad Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad Saw sedang tidak berada di rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw dari medan peperangan.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Muhammad Saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Saw wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan kepada Khalifah Umar R.a.
Ketika Umar R.a menjabat sebagai Amirul Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad Saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a.
Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais al Qarni, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Umar R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah Saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada Allah Swt untuk kalian, Lakukanlah…!”
Mendengar jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a memberi salam. Namun rupanya Uwais al Qarni sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Lalu Khalifah Umar R.a bermaksud hendak memastikannya terlebih dahulu,
Lantas beliau bertanya “Siapakah namamu wahai saudaraku ?” Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais al Qarni.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Anda berdua sebetulnya siapa?”
Kami ini Amirul Mu’minin Umar bin Al- Khottob dan ini Ali”
Ketika itu barulah Uwais al Qarni kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu berasal..?”
“Dari Yaman” Jawab Uwais al Qarni
Kamu berasal dari Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar R.a.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar R.a bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais al Qarniberkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais al Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo’a kepada Allah Swt sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni
Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. Mohonkanlah ampun kepada Allah Swt untukku!”
Uwais al Qarni enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais al Qarni, Khalifah berkata: “Kami datang kesini atas wasiat dari Rasulullah Saw untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.
Uwais menjawab: “Do’aku bukan hanya untuk kalian berdua, namun untuk seluruh penghuni alam”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar bagi kedua sahabat tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini.
Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais al Qarni untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais al Qarni menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Untuk hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais al Qarni kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais al Qarni , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya.
“Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais al Qarni adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? “
Bukankah Uwais al Qarni yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.
KEISTIMEWAAN UWAIS AL QARNI
► Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw, tetapi rohaninya selalu berhubungan.
► Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa’at kepada sejumlah manusia sebanyak domba yang dimiliki Rabi’ah dan Mundhar, demikian yang disabdakan Rasulullah Saw kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.
► Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta’at pada Allah Swt, ta’at pada Rasulullah Saw dan kedua orang tuanya. Pada waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi walaupun beliau pada siang hari giat bekerja, mulutnya selalu membaca istighfar dan membaca ayat-ayat Al Quran.
► Setiap hari beiau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa beliau hidup sangat sederhana sekali. Daan dalam kesederhanaan itu beliau selalu berdo’a kepada Allah Swt, “Ya Allah, janganlah ENGKAU siksa aku karena ada yang mati kelaparan dan jangan pula ENGKAU siksa aku karena ada yang kedinginan”.
► Beliau selalu bersam Tuhan dan orang-orang yang lemah. Beliau dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang lemah dan membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang pernah diamalkan Rasulullah Saw.
Banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Uwais Al Qarni, hingga membuat Rasulullah Saw memerintahkan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk menemui Uwais sambil menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
Ketika Umar dan Ali berhasil menemui Uwais, terjadilah percakapan sebagaimana yang telah dituturkan oleh Abu Na’im Al Asfahani,
Umar ► “apa yang anda kerjakan disini.?”
Uwais ► “Disini saya bekerja sebagai penggembala”
Umar ► “Siapa sebenarnya anda ini.?”
Uwais ► “Saya adalah hamba Allah Swt
Umar ► “Semuanya sudah tahu, kita semua adalah hamba Allah Swt, izinkanlah kami mengetahui dan mengenal anda lebih dekat”
Uwais ► “Silahkan”
Umar dan Ali ► “Setelah kami perhatikan, kami mempunyai kesimpulan bahwa anda inilah orang yang pernah diceritakan Rasulullah Saw kepada kami, oleh karena itu berilah kami pelajaran dan do’akan kami agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat”.
Uwais ► “Saya tidak mendo’akan seseorang secara khusus. Setiap hari kami elalu mendo’akan kepada seluruh umat Islam. Siapa sebenarnya anda berdua ini.?”.
Ali ► “Beliau adalah Umar bin Khattab Amirul Mukminin dan saya adalah Ali bin Abi Thalib, kami berdua diutus Rasulullah Saw menemui anda dan menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
Uwais ► “Assalaamu ‘alaikum wahai Amirul Mukminin dan wahai Ali bin Abi Thalib, semoga Allah Swt selalu memberi kebaikan kepada tuan berdua atas jasa-jasa tuan kepada umat Islam”.
Umar ► “Berilah kami pelajaran yang bermanfaat wahai hamba Allah”.
Uwais ► “Carilah Rahmat Allah Swt dengan ta’at dan mengikuti dengan penuh pengharapan dan takutlah tuan kepada Allah Swt.”
Umar ► “Terima kasih atas pelajaran yang anda berikan pada kami yang sangat berharga ini. Dan kami telah menyediakan kepada anda seperangkat pakaian dan uang untuk tuan. Kami mengharapkan agar anda menerimanya.”
Uwais ► “Terima kasih wahai Amirul Mukminin, kami tidak menolak dan juga tidak membutuhkan apa yang tuan awa. Upah yang saya terima 4 dirham itu sangat berlebihan, sehingga sisanya saya berikan kepada ibuku. Sehari-hari saya hanya memakan buah korma dan minum air putih dan sayaini belum pernah memakan makanan yang dimasak. Kurasakan hidupku ini seolah-olah tidak sampai pada petang hari dan kalau tiba petang hari saya tidak merasa sampai pada pagi hari. Hati saya selalu mengingat Allah Swt dan sangat kecewa kalau tidak sampai mengingat-Nya.
Ada beberapa pokok pelajaran dari seorang Uwais al Qarni agar manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
“Seseorang akn memperoleh ketenangan dan ketenteraman jika hatinya selalu berdzikir kepada allah Swt dan tidak pernah terputus.”
“Dan bahwa Hati itu hanyalah untuk Allah Swt, bukan untuk yang lainnya. Oleh karena itu kuasailah nafsu dan tundukkanlah secara penuh.”
SUBHANALLAH ….
Ternyata beliau tak terkenal di bumi , tapi terkenal di langit….
Semoga kita mampu memetik hikmah dan teladan atas kisah ketakwaan ini.
Contact Me

Cari Blog Ini

Link list

Pengikut

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Adress/Street

Jalan H.R Boenyamin Gg Gunung Sumbing No 13. A Pabuaran Purwokerto Utara

Phone number

********

Website

www.alaminkominfo.blogspot.com